SEJARAH LAPANDOSO
Monumen Lapandoso, Riwayatmu Kini
10 June 2012, 18:03 WITA
Mungkin
banyak diantara kita masing asing dengan nama Lapandoso. Lapandoso,
nama sebuah monumen yang berada tepat di bibir pantai desa Pabbaresseng,
kecamatan Bua Kabupaten Luwu.
Monumen
ini dibangun sebagai simbol religi awal masuknya Islam di Jazirah
Sulawesi Selatan Kabupaten Luwu, berupa kubah yang tepat dibibir pantai.
Konon, disebutkan jika lokasi monumen Lapandoso ini adalah tempat
pendaratan Pertama Khatib Datok Sulaiman sang pembawa Agama Islam di
Tana Luwu pada tahun 1605 silam.
Sayangnya,
sejak dibangun sekitar 1986 secara swadaya oleh masyarakat setempat,
meski masih berdiri utuh hingga saat ini, namun tampak monumen ini tidak
terawat dengan baik.
Padahal,
Monumen Lapandoso ini kerap menjadi daerah kunjungan wisata religi
masyarakat, baik pada saat liburan panjang maupun hari hari libur biasa
seperti hari minggu. Pengunjungnya pun bukan hanya masyarakat dari Tana
Luwu, juga berdatangan wisatawan domestik dari berbagai daerah di
Indonesia.
Untuk
sampai dilokasi ini juga tidak sulit. Dari jalan trans Sulawesi
tepatnya ibu kota kecamatan Bua, terpampang gerbang memasuki desa
Pabbaresseng yang merupakan tempat monumen tersebut, pengunjung dapat
menempuh jalur sungai dengan menggunakan perahu Katinting (motorboat)
atau dengan jalan kaki menyusuri tempat tersebut disepanjang pematang
tambak.
Dari
kejauhan, terlihat Monumen Lapandoso mulai nampak dengan Kubah putih,
bergaris biru terlihat berdiri dibibir pantai disekitarnya terdapat
tumbuhan bakau dengan burung-burung air, kerang laut, Ikan dan kepiting
sebagai pengaya dari monumen Lapandoso dengan ukuran 2,5 x 2,5 meter.
Meski
hanya berupa bangunan kubah kecil saja, namun pengunjung setiap saat
cukup banyak, pasalnya dengan nilai religiusnya Lapandoso dijadikan
tempat rekreasi masyarakat Kabupaten Luwu yang dapat dijangkau dengan
alasan mengenang pendaratan Pertama Khatib Datok Sulaiman sang pembawa
Agama Islam di Tanah Luwu tahun 1605 M.
Saleh
warga setempat mengungkapkan bahwa beberapa tahun lalu sejak Kabupaten
Luwu masih beribukota di Palopo, kegiatan seperti peringatan Napak Tilas
mengenang pendaratan Datok Sulaiman diadakan disini dan diteruskan ke
makam Tandi Pau di Assallangnge.
“Peringatan
Napak Tilas beberapa kali diadakan disini, dan dihadiri sejumlah
pejabat seperti PA Tenriadjeng, Basmin Mattayang, Andi Nur Palullu dan
sejumlah pejabat dari Makassar,” jelasnya.
Sayangnya
ikon sejarah budaya religi Tana Luwu ini sepertinya tak terurus, pondok
pengunjung mulai rusak dinding dan pintunya, dan Monumen Lapandoso juga
kelihatan miring dan kotor. (Amran Amir/b)




0 komentar: